Serba
kekurangan tak menjadikan sosok ini patah arang. Justru semangatnya menuntut
ilmu yang menjadi modal terbesar dalam menuntaskan kuliah. Nama sosok ini
adalah Sukamto. Ketua Jurusan Teknik yang lahir pada 14 Mei 1978 silam ini
telah dikarunia 3 anak. Dalam perjalanannya hingga di titik ini, ia telah
melewati banyak hal yang membuatnya akrab dengan kerja keras dan jatuh bangun.
Bahwa perjuangannya tidak pernah usai untuk mendidik dirinya sendiri, keluarga
bahkan lingkungan. Berikut adalah penuturan sekilas pengalaman hidupnya:
Dimana saja
riwayat pendidikan Bapak?
“Saya lulus SD Sidorejo 1 pada tahun 1991. Kemudian SMP 1 Plaosan
pada tahun 1994. Dilanjutkan SMA 1 Magetan lulus pada tahun 1997. Lalu S1
ITS Jurusan Teknik Fisika selama 4,5 tahun. Dan S2 ITS Jurusan Teknik Elektro
selama 2,5 tahun. Yang lucu adalah gini, saya S2 selama 2,5 tahun bukan berarti
saya tidak pinter karena kan wajarnya S2 selama 2 tahun. Jadi saya sidang 2
kali, tetapi yang pertama tidak lulus. Saat tidak lulus, saya datangi dosen
pembimbing yang paling senior di ITS itu namanya Pak Bagyo. Ternyata beliau
menjelaskan kalau saya ingin lulus, saya harus lulus bareng-bareng dengan 2
orang lain yang satu bimbingan dengan saya. Sedang 2 orang ini menempuh S2
disambi jadi dosen. Jadi intinya kalau saya mau lulus, saya harus membantu
mereka lulus.Akhirnya mau dengan 2 orang lain yang satu nggak mau, saya harus
buat 3 tesist waktu itu.”
Bagaimana awal
mula Bapak bekerja di PNM?
Saya
mulai ngajar di Poltek itu 2005.Waktu itu, saya dipanggil dosen saya untuk
membantu mengajar di Politeknik ini. Saya awalnya nggak tahu kalau ada
politeknik ini. Waktu itu saya juga sedang sekolah S2. Jadi ya, bolak-balik.
Dulu saya itu kepala PTTI. Kemudian politeknik ini negeri tahun 2013, kemudian
mega prodi TKK, Teklis dan Meto itu dijadikan satu. Saat itu yang menjadi Kajur
Pak Bambang, karena Beliau belum S2 maka Beliau melanjutkan S2 dan saya
menggantikan posisi kajur sampai saat ini.
Siapa orang yang
paling berjasa dalam hidup Bapak?
Ya
ibuklah. Jadi gini, orang tua saya itu nekat. Sewaktu saya keterima UMPT di
Teknik Fisika itu orang tua saya bingung. Bukannya bersuka cita ya tapi mereka
kan berfikirnya selesai SMA langsung kerja. Tapi ya, yang paling saya ingat
dari orang tua, mereka pernah bilang gini “yowes le.. budalo kuliah nak tarah
bapak duwene sawah yo adol sawah. Nak duwene sapi yo adol sapi.” Sampai
sebegitunya perjuangan orang tua saya menguliahkan saya.
Kapan masa
paling sulit dalam perjalanan hidup Bapak?
Saya
itu kalau dibilang sulit, ya sulit semua. Karena orang tua saya orang biasa, yo
hal-hal sulit itu sudah biasa. Tapi nggak tahu kenapa, saya itu memang dulu
kalau disuruh nyari rumput pasti sambil bawa buku. Selesai nyari rumput itu ya
pasti saya baca buku. Saya itu nggak kuat beli buku, pasti pinjam kakak kelas.
Dan biasanya pas dikembalikan itu mereka nggak mau, ya sudah saya rawat. Waktu
SMP itu saya langganan ke kantor guru karena nunggak SPP, sepatu tidak hitam
dan tidak pakai ikat pinggang. Dipanggil ya sudah, orang tua saya suruh datang
ke sekolah ya datang, mau bagaimana lagi kalau memang belum bisa bayar SPP.
Bagaimana cara
Bapak untuk mewujudkan impian memperbaiki taraf hidup?
Saya
itu melihat tetangga saya, itu kan beda pekerjaan yang lulus SMA dengan yang
melanjutkan kuliah. Tapi ya kan memang yang bisa merubah kemiskinan adalah
dengan pendidikan. Kalau melihat kondisi orang tua saya, saya itu juga nggak
pernah mimpi bisa melanjutkan kuliah. Tapi ya tetap ingat lagi, seperti kata
TKK itu, struggle forever. Apapun saya lakukan pas waktu kuliah itu. Jualan
apapun, mulai dari keripik singkong sampai MLM obat kuat pria itu saya jalani.
Apa pesan Bapak
melihat kondisi mahasiswa saat ini?
Saya
kalau lihat anak muda zaman sekarang itu terlalu nyaman. Padahal kalau dilihat,
zaman kalian itu akan lebih kejam dari zaman saya. Hal-hal yang biasa Anda akan
lakukan itu akan mempengaruhi hidup Anda ke depannya. Kalau sekarang nyaman,
nanti itu akan kaget dengan kejamnya dunia. Tapi kalau anak sudah terbiasa
dikejami, hal-hal kejam lainnya menjadi ringan. Kan dia sudah terbiasa kejam.
“
Ngarepe rekoso, tembe mburi uripe mulyo. Wong sing direwangi rekoso ae, durung
mesthi uripe mulyo. Opo maneh sing ora rekoso”
–
Sukamto
(Lisdyanti,
Mahanani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar